Jumat, 28 Agustus 2009

HINDARI SYIRIK

Oleh

Sirajuddin Syamsul Arifin


1. Dasar Pembicaraan

Sesungguhnya “Allah tidak akan mengampuni dosa syirik”, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa

yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

(QS. An-Nisaa' [4] : 48)

“Allah tidak akan mengampuni dosa syirik”, maksudnya apabila perbuatan syirik itu tetap dilakukan dan bahkan masih akan dilakukan, maka Allah tidak akan mengampuni dosa syirik itu. Tetapi apabila perbuatan syirik itu ditinggalkan dan ada niat yang sungguh-sungguh untuk tidak melakukan lagi, maka Allah akan mengampuninya. Allah Maha Pengampun dan Allah Maha Penerima tobat.

Dan seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah

dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.

(QS. Al-An'am [6] :88)

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang rugi.

(QS. Az-Zumar [39] : 65)

Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu dia memberi pelajaran kepadanya : "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezalian yang amat besar.

(QS. Luqman [31] : 13)

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam", padahal Al-Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah

mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,

tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.

(QS. Al-Maa-idah [5] : 72)

Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang yang melakukan syirik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya.

Mereka itu seburuk-buruk makhluk.

(QS. Al-Bayyinah [98] : 6)

2. Syirik Secara Umum

“Kecondongan untuk bersandar pada sesuatu atau seseorang selain Allah”

Sabda Nabi :

Dari Ibnu Abbas ia berkata : Seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw, : "Sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah dan kehendakmu". Mendengar perkataan laki-laki itu

lalu Rasulullah saw, bersabda : Apakah engkau telah menjadikan aku sekutu

bagi Allah? Katakanlah : "Sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah semata".

(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah) [1]

3. Jenis-Jenis Syirik

uSyirkul Ilmi. Adanya sikap mengagungkan ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang Maha atas segalanya. Bahkan sering terjadi pelakunya memperlihatkan sikap tidak mempercayai ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu Allah. Syirik ini banyak terjadi dikalangan ilmuwan. Sebagai salah satu contoh, mereka mengatakan dengan penuh keyakinan, bahwa manusia berasal dari kera. Contoh lain, dengan angkuh mereka mengatakan, bahwa kesuksesan yang mereka raih, hanya karena ilmu yang mereka miliki.

Contoh dalam Al-Qur’an :

“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah

membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan

lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada

orang-orangyang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.

(QS.Al-Qashash [28] : 78)

vSyirkut Tasarruf. Adanya sikap berlebih-lebihan dalam memuliakan sesuatu, baik disadari atau tidak oleh pelakunya, sehingga menghilangkan aqidah tauhid, bahwa segala sesuatu berada dalam kendali Allah. Pelakunya biasanya percaya adanya perantara yang diyakini mempunyai kekuasaan atau kekuatan untuk terjadinya sesuatu. Contoh : Percaya pada jimat, percaya pada dukun, percaya pada tukang tenung (juru terka), percaya bahwa Nabi Isa adalah anak Allah, percaya patung sebagai sesembahan dan lain sebagainya yang sejenis.

Contoh Dalam Hadis Nabi :

Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya ruqyah, tangkal dan guna-guna adalah termasuk syirik. Mereka bertanya : Wahai Abu Abdirrahman! Ruqyah dan tangkal ini kami telah

mengenalnya; apakah guna-guna itu? Rasulullah menjawab : Yaitu

sesuatu yang biasa dilakukan oleh kaum wanita supaya dengan

guna-guna mereka tetap dicintai suaminya.

(HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[2]

Dari Zainab isteri Abdillah, diterima dari Abdullah ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya ruqyah, tangkal dan guna-guna adalah termasuk perbuatan syirik. Zainab berkata, saya bertanya : Mengapa engkau mengatakan

ini? Demi Allah, sungguh mataku terasa terlempar (bergoyang-goyang), maka

aku datang kepada si Fulan seorang yahudi, lalu ia meruqyah aku, dan setelah

ia meruqyahku, maka mataku menjadi tenang (normal kembali). Abdullah

berkata :Itu hanyalah perbuatan setan yang digerakkan secepat-cepatnya

dengan tangannya, dan ketika ia meruqyah ia tahan secara tiba-tiba.

Sesungguhnya cukuplah engkau membaca do'a seperti yang dibaca

Rasulullah : Hilangkan kesusahan (penyakit), dan sembuhkanlah,

Engkaulah Yang MahaPenyembuh, tiada kesembuhan selain

kesembuhan yang datang dari-Mu, yaitu kesembuhan

yang cepat dan tiada meninggalkan penyakit.

(HR. Abu daud : 3883) [3]

Dari Nafi’, diterima dari Shafiyah, dari sebagian isteri Nabi saw., diterima dari Nabi saw., beliau bersabda : Barangsiapa yang datang kepada tukang tenung (juru terka, tukang ramal) untuk menanyakan sesuatu, maka salatnya tidak diterima selama 40 malam.

(HR. Al-Baihaqi : 16510) [4]

Dari Aisyah ra., ia berkata : Saya katakan, wahai Rasulullah! Sesungguhnya tukang tenung itu kadang-kadang bercerita tentang sesuatu kepada kami dan ternyata

benar. Rasulullah bersabda : Kalimat itu berasal dari yang benar yang diambil

secara tergesa-gesa (disambar) oleh bangsa jin, lalu disampaikan secara

tergesa-gesa pula (dilemparkan) ke telinga kekasihnya, kemudian

kalimat itu ditambah, sehingga (kesalahannya) lebih

banyak dari seratus kebohongan.

(HR. Al-Baihaqi : 16511) [5]

w Syirkul Adah. Adanya kepercayaan terhadap sesuatu tertetu yang menurut adat kebiasaan dikalangan tertentu diyakini akan mendatangkan sesuatu yang baik atau yang buruk, sehingga menghilangkan aqidah tauhid, bahwa segala sesuatu sesungguhnya terjadi dan akan terjadi menurut takdir atau ketentuan Allah. Pelakunya biasanya percaya terhadap tahayyul. Contoh : Percaya bahwa angka 13 membawa sial. Jangan bepergian hari sabtu. Jangan melaksanakan perkawinan pada hari-hari tertentu. Menempelkan gambar di kendaraan supaya selamat, dan sebagainya. Jenis syirik 1, 2, dan 3 termasuk syirik akbar (syirik besar), disebut juga syirik I’tiqadi, yang pelakunya keluar dari barisan Islam, dan dapat dibersihkan hanya dengan tobat nashuha.

x Syirkul Ibadah. Menjalankan ibadah disamping karena Allah, juga karena sesauatu selain Allah, atau menjalankan ibadah berdasarkan riya’. Syirik ini juga disebut syirik ashghar (syirik kecil). Atau disebut juga dengan syirik khafi (syirik samar) [6]. Pelakunya tidak sampai dinyatakan keluar dari barisan agama Islam. Contoh : Mengerjakan salat Tahajud karena Allah dan karena ingin naik jabatan. Baca Al-Qur’an karena Allah dan juga karena ingin dikagumi pendengar.

Firman Allah :

"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh

dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun

dalam beribadat kepada Tuhannya".

(QS. Al-Kahfi [18] : 110)

Perbedaan Beraqidah Tauhid Dan Perbuatan Syirik

Efek Perbuatan Syirik

Efek Beraqidah Tauhid

1 Memiliki pandangan yang sempit, sebagai dampak dari keyakinannya terhadap yang memiliki keterbatasan, Yaitu Makhluq.

2 kehilangan harga diri karena berhajat atau menggantungkan harapannya kepada makhluk.

3 Congkak dan kufur nikmat karena semua yang ada pada dirinya diyakini sebagai hasil kecakapannya.

4 Jauh dari kesucian jiwa dan amal saleh karena tunduk kepada hawa nafsu yang selalu menggiring kepada dosa.

5 Mudah berputus asa karena bersandar kepada kekuatan yang terbatas.

6 Tidak mampu menembus tantangan dan rintangan karena energi yang dimiliki sangat lemah akibat keyakinan yang terpecah.

7 Mempunyai sikap penakut karena takut kehilangan yang dianggap miliknya, dan bisa terjadi atas kehendak siapapun.

8 Bersifat dengan sifat-sifat tercela seperti rakus, dengki, zalim dll.

9 Melanggar undang-undang Allah.

10 Dapat murka Allah, dan akan hidup menderita dalam neraka.

1 Memiliki pandangan yang luas, sebagai dampak dari keyakinannya terhadap yang memiliki ke Mahaan yang tidak terbatas, yaitu Khaliq.

2 Memilik harga diri yang tinggi karena hanya berhajat kepada Allah.

3 Rendah hati dan bersyukur karena semua yang ada pada dirinya diyakini sebagai karunia Allah.

4 Dekat kepada kesucian jiwa dan amal saleh karena hanya tunduk kepada Allah yang cinta kesucian dan amal saleh.

5 Memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena mempunyai harapan kepada Allah.

6 Mampu menembus tantangan dan rintangan karena memiliki energi yang sangat dahsyat yang bersumbar dari kekuatan Allah.

7 Mempunyai sikap berani karena segala sesuatu itu milik Allah dan bisa terjadi hanya atas kehendak-Nya.

8 Bersifat dengan sifat-sifat terpuji seperti qana'ah, dermawan, kasih sayang dll.

9 Taat dan patuh terhadap undang-undang Allah.

10 Dapat rido Allah, dan akan hidup bahagia dalam surga.



[1]. Hadis Nabi lengkapnya :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ r مَا شَآءَ اللهُ وَشِئْتَ،

فَقَالَ : اَجَعَلْتَنِيْ ِللهِ نِدًّا؟ قُلْ : مَا شَآءَ اللهُ وَحْدَهُ

{رواه النسائي وابن ماجه}

[2]. Ibnu ‘Athaillah, Hikam, Terjemah oleh Labib MZ, Hakekat Ma’rifat, CV. Bintang pelajar, tanpa tahun, hal. 1043. Hadis Nabi lengkapnya :

عَنِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ r يَقُوْلُ : اِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ، قَالُوْا : يَا اَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ! هَذِهِ الرُّقَى وَالتَّمَائِمُ قَدْ عَرَفْنَاهَا، فَمَاالتِّوَلَةُ؟ قَالَ : شَيْءٌ يَصْنَعُهُ النِّسَاءُ يَتَحَبَّبْنَ بِهِ اِلَى اَزْوَاجِهِنَّ

{رواه ابن حبان والحاكم}

[3]. Hadis Nabi lengkapnya :

عَنْ زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللهِ عَن عَبْدِ اللهِ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ r يَقُوْلُ : اِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ، قَالَتْ قُلْتُ : لِمَ تَقُوْلُ هَذَا؟ وَاللهِ لَقَدْ كَانَتْ عَيْنِيْ تَقْذِفُ فَكُنْتُ اخْتَلِفُ اِلَى فُلاَنٍ الْيَهُوْدِيِّ يَرْقِيْنِيْ

فَاِذَا رَقَانِيْ سَكَنَتْ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ : اِنَّمَا ذَالِكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ فَاِذَا رَقَاهَا

كَفَّ عَنْهَا، اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكِ اَنْ تَقُوْلِيْ كَمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ r يَقُوْلُ : اَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِ

اَ نْتَ الشَّافِيْ لاَ شِفَاءَ اِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً عَاجِلاً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا

{رواه ابو داود : 3883}

[4]. Hadis Nabi lengkapnya :

عَنْ نَافِعٍ عَنْ صَفِيَّةَ عَنْ بَعْضِ اَزْوَاجِ النَّبِيِّ r عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ :

مَنْ اَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ اَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

{رواه البيهقي : 16510}

[5]. Hadis Nabi lengkapnya :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قُلْتُ : يَارَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ الْكُهَّانَ قَدْ يُحَدِّثُوْنَنَا بِالشَّيْءِ فَيَكُوْنُ حَقًّا، قَالَ : تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقْذَفُهَا فِيْ اُذُنِ وَلِيِّهِ فَيَزِيْدُ فِيْهَا اَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذِبَةٍ {رواه البيهقيْ : 16511}

[6]. Hadis Nabi : اَلرِّيَاءُ شِرْكُ الْخَفِيْ

Kamis, 27 Agustus 2009

MEMPERSANDINGKAN KATA BID'AH DAN SUNNAH

Oleh :

Sirajuddin Syamsul Arifin

Kata “bid’ah” berasal dari bahasa Arab Bada’a ( بَدَعَ ) –Yabda’u ( يَبْدَعُ ) - Bad’an (بَدْعًا) atau Badu’a ( بَدُعَ ) – Yabdu’a ( يَبْدُعُ ) – Bada’atan ( بَدَاعَةً ) / Buduu’an ( بَدُوْعًا ) artinya :

مَا أُحْدِث عَلَى غَيْرِ مِثَال سَابِقٍ

“sesuatu yang baru diadakan tanpa ada contoh sebelumnya”. [1]

Bid’ah dalam Syarah Muslim oleh imam Nawawi :

(الْبِدْعَة هِيَ كُلُّ شَيْءٍ عُمِلَ عَلَى غَيْرِ مِثَال سَابِقٍ)

“Bid’ah adalah segala sesuatu yang dijalankan tanpa ada contoh sebelumnya”. [2]

Dari akar kata yang sama muncul pula kata Badii’un ( بَدِيْعٌ ), yang artinya adalah “sesuatu yang indah atau ajaib atau yang baru muncul yang sebelumnya tidak ada”. Contoh adalah penciptaan langit dan bumi, sebagaimana firman Allah :

بَدِيْعُ السَّموتِ وَاْلاَرْضِ

Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).

Bid’ah menurut syara’ adalah “sesuatu yang baru muncul dalam agama sesudah Nabi saw, lalu disebut ajaran agama, padahal bukan berasal darinya”.[3] Definisi sesuai dengan makna dua hadis Nabi berikut ini :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّازُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ.(رواه ابو داود :3990 - سنن ابو داود – باب في لزوم السنة)

Muhammad bin Ash-Shabah Al-Bazzar bercerita kepada kami, Ibrahim bin Sa’ad bercerita kepada kami, dan Muhammad bin ‘Isa bercerita kepada kami, Abdullah bin Ja’far Al-Makhrami dan Ibrahim bin Sa’ad bercerita kepada kami, dari Sa’ad bin Ibrahim, dari Al-Qasim bin Muhammad, diterima dari Aisyah ia berkata : Rasuluilah saw bersabda : Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. (HR. Abu Daud : 399, Sunan Abu Daud, bab fii Luzuumis-Sunnah)

أَخْبَرَنَا عُتْبَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَنْبَأَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :..... وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ.(رواه النسائي)

Utbah bin Abdillah mengabarkan kepada kami, ia berkata : Ibnu Al-Mubarak bercerita kepada kami, dari Sufyan dari Ja’far dari ayahnya dari Jabir bin Abdillah ia berkata : Rasulullah saw bersabda : .... dan seburuk-buruk perkara adalah mengadakan sesuatu yang baru dan setiap mengadakan sesuatu yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat tempatnya di neraka. (HR. An-Nasa’i)

Kalau kita cermati kedua hadis tersebut sebenarnya terdiri dari kalimat berita (كَلاَم خَبَرِي) bahwa ada sesuatu yang baru diadakan (dibuat) yang menyalahi agama adalah tertolak, dan pelakunya diancam dengan neraka. Jadi, tidak semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid’ah yang diancam dengan neraka, karena mungkin terdapat perkara baru yang belum pernah terjadi pada masa Rasulullah, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah.

Segala sesuatu yang baru dimunculkan, mungkin dipandang baik (Mustahsanah) karena sejalan dengan syari’at islam; dan mungkin dipandang jelek (Mustaqbahah) karena secara nyata bertentangan dengan syari’at islam.[4]

Imam Syafi’i membagi segala sesuatu yang baru dimunculkan kepada dua bagian, [5] yaitu :

1. Bid’ah tersesat (بِدْعَة ضَلاَلَة) yaitu sesuatu yang baru dimunculkan yang bertentangan dengan Al-Qur’an atau sunnah, atau Atsar atau ijma’;

2. Bid’ah tidak tercela (بِدْعَة غَيْرِ مَذْمُوْمَة)yaitu sesuatu yang baru dimunculkan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an atau sunnah, atau Atsar atau ijma’.

Dalam Fathul Bari (Syarah Shahih Al-Bukhari), bid’ah menurut Imam Syafi’i, terbagi menjadi dua bagian,[6] yaitu :

1. Bid’ah Terpuji (بِدْعَة مَحْمُوْدَة)yaitu sesuatu yang baru diadakan yang sesuai dengan sunnah.

2. Bid’ah Tercela (بِدْعَة مَذْمُوْمَة) yaitu sesuatu yang baru diadakan yang bertentangan dengan sunnah.

Dalam Fathul Bari (Syarah Shahih Al-Bukhari) oleh Ibnu Hajar dipaparkan pendapat Ibnu Abdussalam yang membagi bid’ah dari aspek hukum menjadi lima bagian, yaitu :

1. Bid’ah Wajibah (wajib), yaitu sibuk mempelajari ilmu tata bahasa Arab untuk memahami firman Allah dan sunnah Rasul. Menjaga syari’ah adalah wajib, dan kewajiban dapat dilaksanakan hanya dengan memiliki ilmu alat yang wajib ada sebelumnya.

2. Bid’ah Muharramah (haram), yaitu sesuatu yang menguatkan kelompok yang menyalahi sunnah.

3. Bid’ah Mandubah (sunnah), yaitu segala kebaikan yang tidak terjadi pada masa Nabi, seperti berjama’ah dalam salat tarawih, membangun sekolah, kalimat-kalimat terpuji dalam golongan ahli tashawwuf dan membuat sebuah majlis untuk kelompok diskusi, yang kesemuanya dilaksankan hanya untuk mencari rido Allah.

4. Bid’ah Mubahah (Mubah), yaitu tidak terdapat perintah dan tidak terdapat larangan, seperti jabatan tangan sesudah salat subuh dan sesudah salat Ashar, bersenang-senang dengan makanan, pakaian dan tempat tinggal sesuai dengan selera.

5. Bid’ah Makruhah (Makruh), yaitu sesgala sesuatu yang menyalahi yang utama.

Umar Ibnul Khattab, mengadakan shalat tarawih berjama’ah terus menerus selama bulan Ramadhan, padahal Rasulullah melaksanakannya hanya dua malam, dan selanjutnya para sahabat mengadakannya secara terpencar-pencar dengan salat sendiri-sendiri, atau berkelompok-kelompok dengan beberapa kelompok, lalu dikoordinir secara berjama’ah yang dimami oleh Ubay bin Ka’ab,[7] lalu Umar berkata :

نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ

“Sebagus-bagus bid’ah itu ialah ini”.[8]

Kalau kita mau kembali kepada hadis Nabi, lalu istilah "bid’ah" kita sandingkan dengan istilah "sunnah", tentu dapat kita temukan adanya bid’ah yang baik (Hasanah) dan bid’ah yang jelek (Sayyi’ah), seperti hadis berikut :

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.(رواه مسلم : 4830- صحيح مسلم- بَاب مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً وَمَنْ دَعَا إِلَى هُدًى أَوْ ضَلَالَةٍ)

Dari Jarir bin Abdillah : Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang mengadakan sesuatu yang baik (Hasanah) dalam Islam, lalu sesudah itu diamalkannya, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengamalkannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun; dan barang siapa yang mengadakan sesuatu yang jelek (Sayyi’ah) dalam Islam, lalu sesudah itu diamalkannya, maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengamalkannya dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun. (HR.Muslim : 4830, Shahih Muslim, bab Man Sanna Sunnatan hasanatan aw Sayyiatan wa man da’aa ilaa Hudhaa aw dhalaalatin)

Kemudian timbul pertanyaan : Apakah yang dimaksud dengan isi hadis “segala bid’ah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka”?

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ

Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.

Mari kita pahami menurut “Ilmu Balaghah”. Setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk.

Mari kita kembali kepada hadits.

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ

Semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk di neraka”.

Bid’ah itu kata benda, tentu setiap benda mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, dan mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, (حدف الصفة على الموصوف) “membuang sifat dari benda yang bersifat”.

Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan, yaitu :

Kemungkinan pertama

كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ

“Semua bid’ah yang baik adalah sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”.

Yang pertama ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat bisa berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil.

Untuk itu, kemungkinan yang pasti bisa adalah yang kedua :

كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر

“Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.

Akhirnya dapat dipahami, bahwa bid’ah yang tergolong sesat dan diancam dengan neraka menurut syari’ah Islam adalah segala sesuatu yang baru dimunculkan atau diadakan yang belum pernah dicontohkan pada masa Rasulullah serta menyalahi syari’at Islam.



[1]. المنجد في اللغة والأعلام – دار المشرق – بيروت – لبنان - صفخة : 29

[2]. شرح النواوي على مسلم – باب تخفيف الصلاة والخطبة – الجزء : 3 – صفحة : 247

[3]. اصول البدع – لمحمد النادي محمد البدري - محاضرات في اصول البدع والسنن - لطلبة الدكتورال قسم الدعوة بكلية اصول الدين الجامعةالإسلامية الحكومية شريف هداية الله جاكرتا- صفحة : 13

[4]. الأمر بالإتباع والنهي بالإبتداع – باب الخلوة بالنساء الأجنبيات – الجزء : 1 – صفحة : 6

[5]. الأمر بالإتباع والنهي بالإبتداع – باب الخلوة بالنساء الأجنبيات – الجزء : 1 – صفحة : 6

[6]. فتح الباري لابن حجر – باب الإقتدأ بسنن رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الجزء : 20 – صفحة : 330

[7]. عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ : خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ. (رواه البخاري :1871 – صحيح البخاري – باب فضل من قام رمضان – الجزء : 7 – صفحة : 135)

Dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdurrahman bin Abdul-Qari’, bahwaanya ia berkata : Saya keluar bersama Umar bin Khathab pada suatu malam bulan Ramadan pergi ke masjid. Didapati di dalam masjid orang-orang mengerjakan salat (tarawih) terpencar-pencar. Ada yang salat sendiri-sendiri, dan ada pula orang yang salat lalu diikuti kaum dibelakangnya. Lalu Umar berkata : Saya berpendapat, seandainya aku kumpulkan orang-orang ini mengerjakan salat dalam satu Qari’ (imam), tentu lebih menyerupai salat Rasulullah. Kemudian dikumpulkan mereka dipimpin seorang imam bernama Ubay bin Ka’ab. Kemudian pada malam yang lain aku datang ke masjid, lantas saya melihat orang-orang mengerjakan salat dengan salat yang dipimpin oleh satu orang imam. Lalu Umar berkata : “Sebagus-bagus bid’ah itu adalah ini”.(HR. Bukhari : 1871, Shahih Bukhari, Bab Fadhku Man Qaama ramadhan, juz : 7, hak. 135)

[8]. البخاري : 1871 – صحيح البخاري – باب فضل من قام رمضان – الجزء : 7 صفحة : 135