Minggu, 20 Januari 2008

MAKNA LAILATUL QADAR

MAKNA LAILATUL QADAR
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al-Qadr [97]: 1-5)
Kiranya perlu terlebih dahulu menelusuri Al-Qadr dari arti bahasa untuk dapat memahami maknanya yang antara lain adalah :
1. Al-Qadr berarti "Kemuliaan", sehingga "Lailatul Qadr" diterjemahkan dengan "malam kemuliaan". Dan kemuliaannya karena terkait dengan turunnya Al-Qur'an. Kata qadr yang berarti mulia ditemukan dalam surah Al-An'am ayat 91 : ”Dan mereka tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, di kala mereka berkata : "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". (QS. 6 : 91)
2. Al-Qadr berarti "kepastian" atau "ketetapan" karena malam itu diturunkan ketetapan pedoman hidup yang pasti dan tidak diragukan kebenrannya, yaitu Al-Qur'an.
3. Al-Qadr berarti "pengaturan" karena malam itu Allah telah menurunkan "aturan main" dalam perjuangan mengajak umat manusia kepada ajaran yang benar, yaitu Al-Qur'an.
4. Al-Qadr berarti “sempit", karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr ayat 4 : ”Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”.(QS.Al-Qadr [97] : 4) Kata Al-Qadr yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 surah Al-Ra'd : ”Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)”. (QS. Al-Ra'd [13] : 26)
Rasululah saw, menganjurkan agar memperbanyak ibadah dengan tulus dan ikhlas pada malam Al-Qadar. Sabda Nabi : ”Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul qadar berdasarkan iman dan perhitungan semata-mata mengharap keridoan Allah (ikhlas), maka diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari)[1] Berikut ini adalah salah satu contpoh do'a yang dianjurkan Rasulullah saw, kepada 'Aisyah :
قُوْلِيْ : اَللَّهُمَّ اِنَّكَ عَفْوٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ {رواه الترمذي}
Katakanlah olehmu wahai ’Aisyah :
Ya Allah, sesungguhnya Engkau sangat pema'af dan Engkau suka
kepada ma'af, oleh karena itu, ma'afkanlah keselahanku.
(HR. Tirmidzi)
Diantara kemungkinan terjadinya malam Al-Qadar adalah malam ganjil pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan. Sabda Nabi : ”Jaga-jagalah Lailatul qadar pada malam-malam ganjil diantara sepuluh malam yang terakhir dari bulan ramadhan”. (HR. Bukhari)[2]
Berkenaan dengan malam Al-Qadr, terjadi peristiwa turunnya Al-Qur'an atau lebih dikenal dengan “Nuzulul Qur'an”. Turunnya Al-Qur'an pada tanggal 17 Ramadhan dan dikaitkan dengan turunnya surah pertama, yaitu surah Al-'Alaq ayat 1-5 kepada Nabi Muhammad saw, pada saat beliau melakukan khalwat di Gua Hira. (Masih diperdebatkan oleh para ulama'). Namun suatu hal yang pasti, pada hari jum'at tahun ke dua Hijriyah tanggal 17 Ramadhan telah terjadi perang Badar, yaitu perang pertama kali yang terjadi dalam sejarah awal perkembangan agama Islam. Begitu pentingnya perang tersebut dalam kelangsungan agama Islam di kemudian hari, maka oleh Al-Qur'an dinamakan “Yaum Al-Furqan” yaitu hari bertemunya pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin atau kafir. Firman Allah : ”..... jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami di hari Al-Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan”. Al-Furqan sendiri adalah salah satu nama kitab suci Al-Qur'an sesuai fungsinya sebagai pembeda antara yang haqq dan yang bathil
Yang pasti harus kita imani berdasarkan pernyataan Al-Qur’an, bahwa "ada suatu malam yang bernama Laylatu Al-Qadr" (QS 97:1). Malam itu adalah "malam yang penuh berkah "(QS 44 : 3). Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan (QS 2 :185). Malam tersebut adalah malam mulia, yang kemuliaannya diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan yang tidak mudah dijangkau akal pikiran manusia, yaitu “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?” (QS 97:2)
Dalam Al-Quran sebanyak 13 kali ditampilkan kalimat tanya dengan[مَآ اَدْرَاكَ]. Sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian.[3] Dan 3 kali mengatakan : Maa adraka Maa Al-thariq, Maa adraka ma Al-’Aqabah, dan Ma adraka Maa Laylatu Al-Qadr. Kesemuanya merupakan hal yang sulit dijangkau akal pikiran, tentunya termasuk Laylatu Al-Qadr yang menjadi topik bahasan ini.
Berdasarkan keyakinan bahwa beribadah pada malam Al-Qadr mempunyai nilai yang lebih baik dari 1000 bulan, lalu kaum muslimin berlomba-lomba untuk memperoleh banjir pahala pada malam itu, berjaga malam, apa pun yang harus dikorbankan. Bahkan tidak sedikit yang menghitung secara matematis, bahwa pahala malam Al-Qadar sama, bahkan lebih baik dari melakukan amal kebaikan selama 83 tahun 4 bulan.
Kalau kita cermati, Lailatu Al-Qadr yang termakstub dalam kitab suci Al-Qur'an surat Al-Qadr, diimformasikan oleh Allah sebagai "malam kemuliaan". Dan kemuliaannya karena terkait dengan turunnya Al-Qur'an. Sedangkan derajat 1000 bulan hanyalah ungkapan simbolik untuk menggambarkan dan mengekspresikan kemuliaan Al-Qur'an, bukan kemuliaan malam turunnya atau pergantian masa. Penggunaan bahasa kiasan "lebih baik dari seribu bulan" adalah suatu hal yang tak dapat dihindari oleh Al-Qur'an untuk mengekspresikan hal-hal yang agung dan sangat tinggi, sebagaimana bahasa kitab agama samawi lainnya.
Pemahaman ini akan lebih jelas kalau kita mau mencermati latar belakang turunnnya surat Al-Qadar (Asbabun Nuzul) berikut ini :
Suatu ketika Rasulullah saw, menuturkan kisah seorang laki-laki dari golongan Bani Israil yang memanggul senjata dalam perjuangan di jalan Allah selama
seribu bulan (terus menerus). Kemudian kaum muslimin mengagumi
perjuangan tersebut. Lalu Allah menurunkan surat Al-Qadar dari
ayat1-3 bahwa malam Al-Qadar itu lebih baik dari 1000 bulan
perjuangan laki-laki golongan Bani Israel yang
memanggul senjata di jalan Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan
Al-Wahidi dari Mujahid, bahwa
Dari riwayat di atas, jelaslah bahwa Rasulullah saw, menyebutkan seorang laki-laki Bani Israel yang berjuang di jalan Allah selama dalam kurun waktu 1000 bulan secara terus menerus. Kemudian kaum muslimin saat itu disamping kagum terhadap tokoh yang dikisahkan Rasulullah, juga menyimpan seberkas keresahan karena mereka tidak akan dapat menandinginya, sebab usia mereka relatif lebih pendek dari kaum Bani Israel di masa lalu. Lalu Allah saw, dengan kemahabijaksanaan-Nya menurunkan surat Al-Qadr diantaranya berfungsi sebagai kabar gembira untuk meredam kegelisahan kaum muslimin pada masa itu. Dan ungkapan dengan bahasa simbolik dari Lailatu A-Qadar ini mengacu pada bentuk pemikiran dan ekspresi kebenaran mutlak dari kitab Al-Qur'an, bukan pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan. Meski demikian, bahasa simbolik dari Lailatu A-Qadr bukanlah sesuatu yang harus ditinggalkan, melainkan harus dihargai sebagai sesuatu yang positif bagi kehidupan kaum muslimin, bila diisi dengan perjuangan membumikan nilai-nilai Al-Qur'an, yaitu mengkaji, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan. Ungkapan bahasa simbolik dari Lailatur qadar mesti disikapi dengan mantapnya aqidah tauhid, sehingga tidak mendatangkan penyimpangan dan penyelewengan dari fungsi dan makna yang sebenarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh Al-Qur'an. Penyelewengan dan penyimpangan itu akan menimbulkan pemitosan negatif bagi kaum muslimin yang dapat menyeret pada tindakan-tindakan penyembahan terhadap simbol-simbol dan pengkultusan terhadap hari-hari ganjil di akhir malam Ramadhan.
[1]. Shahih Bukhar, Dar Al-Fikr, Beirut, kitab puasa, fasal Lailatu qadar, jld, 2, tanpa tahun, hal. 253
[2]. Ibid, hal. 254
[3]. Maa adraka Maa Yawm Al-Fashl, Maa adraka Maa Al-Haqqah, Maa adraka Maa 'illiyyun, dan lain sebagainya.

1 komentar:

Sirajuddin mengatakan...

papa!! trusz menulisss